Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Desember 2023

Cara Menumbuhkan Budaya Baca di Indonesia

 


Jika berbicara fakta dalam urusan literasi, Indonesia adalah negara yang disebutkan UNESCO pada tahun 2016 berada pada urutan kedua dari bawah dari 60 negara yang di Survey. Pada tahun 2023 ini pun peringkatnya masih kurang menggembirakan, masih berada di sepuluh besar dari bawah. Sebuah alarm tentunya bagi masa depan pendidikan di Indonesia.

Meskipun tingkat melek huruf rakyat Indonesia saat ini sudah hampir menyentuh 100%, (kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan saat negara ini di proklamasikan) Namun literasi tidak terbatas hanya pada kegiatan bisa membaca saja. Lebih jauh daripada itu literasi bisa diartikan sebagai aktivitas membaca suatu bacaan, memahami bacaan dan menginterpretasi suatu bacaan melalui media apapun baik lisan, tulisan, gambar dan video. Dalam konteks ini membaca tentu saja adalah membaca buku yang lebih utama.

Pendidikan adalah sebuah upaya untuk mencerdaskan bangsa. Salah satu komponen agar suatu bangsa cerah dan cerdas adalah dengan membaca buku. Namun sayang, tampaknya membaca buku belumlah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia kebanyakan. Kegiatan membaca buku bukan menjadi keseharian yang umum bagi sebagian masyarakat kita. Sehingga akan timbul sedikit gegar budaya jika terlihat dan terdengar ada orang membaca buku di tempat umum di negeri ini.

Padahal membaca buku adalah jendelanya ilmu pengetahuan. Banyak hal yang penting didapatkan dari membaca buku. Tak sekedar informasi dan pengetahuan yang didapat, membaca buku juga dapat mengembangkan pola pikir, imajinasi, kreativitas,  sampai yang lebih penting adalah merubah mindset dan perilaku individu.

Finlandia dan Jepang yang merupakan negara dengan peringkat literasi masyarakatnya yang tinggi memiliki perilaku umum yang relatif positif, modern dan berkembang. Meskipun tak ada penelitian langsung terkait hal tersebut. Namun hampir semua negara yang tingkat literasinya tinggi adalah negara yang maju dan modern. Sebagai contoh bagaimana perilaku tertib, antri dan cinta kebersihan sudah menjadi budaya bagi masyarakat Jepang. Tentu saja di negara ini aktivitas membaca buku sudah jadi pemandangan yang biasa ditempat umum.

Selama ini pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pendekatan dan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas hasil masyarakat terdidik. Porsi anggaran 20% dari APBN khusus diberikan kepada sektor pendidikan sebagai bukti perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan pendidikan. Tak cuma itu, upaya untuk menumbuhkan minat baca pun terus dilakukan dengan peningkatan fungsi perpustakaan dan pengadaan buku bacaan. Hanya saja sektor hulu strategi meningkatkan minat baca belum terlalu fokus dibenahi seperti masalah royalti penerbitan, subsidi untuk penerbitan dan percetakan sehingga menghasilkan buku yang murah.

Padahal membiasakan rajin membaca buku adalah salah satu faktor sukses untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Percuma saja rasanya kalau setiap siswa atau anak usia sekolah tapi belum menamatkan satupun buku bacaan. Kalaupun membaca, itu pun buku yang dibaca hanya sekedar bahan pembelajaran di sekolah yang dibaca dan dibuka setiap musim ujian atau pada saat ingin mengerjakan soal dan pertanyaan dari guru.

Membiasakan diri membaca buku merupakan urusan yang kompleks dan besar. Jika kita berharap tumbuh minat baca dari lingkungan, rasanya hampir sebagian besar lingkungan tidak mendukung terciptanya kondisi tersebut. Lingkungan keluarga Indonesia amat sedikit yang membudayakan membaca di dalam keluarganya. Begitupun hanya sedikit saja mungkin yang memiliki perpustakaan pribadi dirumahnya.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minta baca adalah dengan dipaksa. Ya untuk menjadikan membaca buku jadi sebuah budaya di negeri ini tentu harus dilakukan pemaksaan. Seperti layaknya Polisi Lalu Lintas yang menegakkan berbagai peraturan untuk membuat tertib para pengendara bermotor, dan memang efektif menciptakan ketertiban  di jalan raya. Artinya jika minat baca ingin berkembang di masyarakat Indonesia, harus ada regulasi khusus yang mengatur hal tersebut. Harus ada pemaksaan bagi masyarakat agar rajin membaca, yaitu kepada masyarakat sekolah.

Salah satu bentuk regulasi itu adalah dengan memasukkan wajib membaca buku ke dalam kurikukulum setiap jenjang pendidikan mulai SD hingga SMA. Selama ini membaca buku terkesan bukanlah bagian krusial bagi semua tingkatan pengajaran. Buku hanya sebagai bahan ajar untuk mendidik dan bahan untuk belajar. Bukan sebagai sarana mencari informasi ataupun relaksasi.

Terkait upaya itu untuk jenjang SD setiap satu atau dua pekan sekali para guru mewajibkan setiap siswa untuk membaca buku yang sesuai dengan minat dan tingkat usianya. Kemudian masing-masing siswa akan diminta untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara singkat isi buku yang telah dibaca sesuai pemahamannya. Begitu juga untuk jenjang SMP dan SMA dilakukan hal yang serupa. Sehingga dengan begini akan tercipta sebuah ekosistem sekolah dimana aktivitas membaca jadi sebuah budaya.

Sehingga ketika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, para siswa yang awalnya “terpaksa” membaca, diharapkan akan rajin membaca juga ketika berada di luar sekolah. Karena semua jenjang sekolah mulai SD hingga SMA sudah terbiasa membaca dan jadi suatu aktivitas wajib di sekolah, maka diharapkan tidak akan jadi sebuah hal yang baru dan mengherankan lagi jika membaca buku dimana saja. Hal seperti ini jika konisten dilaksanakan selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi, tentu akan mampu menjadikan gemar membaca menjadi budaya masyarakat Indonesia.

Metode tersebut sudah terbukti efektif meningkatkan minat baca di Finlandia. Negara Finlandia mewajibkan para siswa sekolah dasar untuk membaca satu buku satu minggu. Jenjang SD saja wajib satu buku satu minggu, lalu bagaimana dengan jenjang SMP dan SMA tentu akan lebih banyak lagi bahan bacaannya.

Tapi tentu saja jika hal tersebut di implementasikan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu adanya dukungan dari berbagai sistem seperti perbaikan sistem perbukuan, harga buku yang terjangkau atau perpustakaan dengan koleksi yang lengkap dan mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu kualitas sumber daya manusia pendidiknya juga perlu dibenahi dengan berbagai macam formulasi. Karena akan kurang maksimal  menerapkan wajib membaca buku di sekolah jika gurunya sendiri tidak suka membaca buku.

Sehingga jika gemar membaca sejak dini sudah mendarah daging, sudah banyak buku dan bacaan yang tertanam dalam pikiran , maka bukan tidak mungkin seseorang itu akan jadi pribadi yang unggul. Bayangkan jika membaca buku sudah jadi budaya, berapa banyak siswa terdidik yang tercerahkan oleh pendidikan. Betapa banyak anak bangsa yang tercerdaskan kehidupannya setelah menempuh pendidikan yang bermutu. Setiap orang akan berkembang kapasitasnya sesuai dengan buku-buku yang ia baca.  Jadi apapun profesi yang digeluti oleh seseorang, jika rajin membaca buku maka akan menjadikannya orang yang lebih ahli dan berpengetahuan di bidang tersebut.

Mungkin saja jika bangsa kita ini tingkat literasi masyarakatnya tinggi, maka Indonesia akan menjadi negara yang maju, berkualitas dan unggul di segala bidang. Sehingga tak akan kita temui berbagai macam pelanggaran ketertiban di masyarakat, tingkat kriminalitas pun relatif rendah, minimnya kenakalan remaja dan penyakit masyarakat, tingkat korupsi yang rendah, aparatur negara yang jujur, dan penegakan hukum yang adil. Apalagi Indonesia adalah negara beragama yang tingkat religusitas para pemeluknya yang lumayan tinggi. sehingga kombinasi masyarakat literasi-religus ini akan menjadikan Indonesia negara maju yang berakhlak dan berbudaya yang berbeda dari bangsa lain. Semoga.

Selasa, 15 Mei 2018

Minat Baca dan Mental Bangsa


Sumber Foto : topieks.blogspot.com

Bulan April dan Mei bolehlah jika disebut sebagai bulan-bulannya pendidikan. Mengingat beberapa peringatan yang bertema pendidikan terjadi di dua bulan ini. sebut saja tanggal 23 April hari buku sedunia, 2 Mei merupakan hari pendidikan nasional, dan 17 mei nanti adalah hari buku nasional.
Kemajuan suatu bangsa dan negara sebenarnya tak lepas dari berkualitasnya  pendidikan yang dimiliki. Salah satu cerminan keberhasilan pendidikan adalah terlihat dari tingkat minat baca masyarakat di  suatu negara. Singkatnya buku dan negara maju adalah dua hal yang saling berkaitan.
Berkaca kepada berbagai survey tentang minat baca masyarakat, Indonesia berada pada posisi yang cukup miris yaitu tergolong sebagai negara dengan minat baca yang sangat rendah. Hasil itu berbanding lurus jika kita melihat kondisi mental dan peradaban masyarakat Indonesia yang bisa kita saksikan saat ini.
Suatu pembangunan dan kemajuan bangsa tidak akan bisa tercapai jika hanya mengandalkan sumber daya alam tanpa  tersedianya sumber daya manusia yang mumpuni. Sumber daya manusia adalah subjek pembangunan yang memberikan arah dan warna bagi peradaban suatu bangsa. Kita coba berkaca pada negara-negara seperti Jepang, Jerman, Australia, Amerika, Finlandia dan lainnya yang mana minat baca masyarakatnya tergolong tinggi, ternyata berbanding lurus dengan tingkat kemajuan negara dan kualitas SDM nya.
Banyak yang menjadi faktor rendahnya minat baca di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah rendahnya sosialiasi gemar membaca sedari dini di lingkungan rumah tangga, harga buku yang relatif mahal, distribusi buku yang kurang luas dan kurangnya prioritas kewajiban membaca yang ditunjukan melalui program pemerintah.
Maka tak heran jika mental dan peradaban bangsa ini lumayan tertinggal dibanding negara maju kendati sudah merdeka lebih dari 72 tahun. Penyelesaian masalah melalui kekerasan, tawuran pelajar, intoleransi, dan potensi konflik lainnya terjadi karena minimnya pengetahuan. Padahal potensi konflik itu bisa diminimalisir andai saja setiap orang mempunyai pikiran dan nurani yang senantiasa tercerahkan dari proses membaca buku.
Begitupun berbagai macam permasalahan bangsa ini seperti kemiskinan, ketenagakerjaan, birokrasi, hukum dan segalanya dapat dipecahkan jika semua komponen masyarakat yang terlibat dalam entitas bangsa memiliki kapasitas yang memadai dari proses pendidikan dan membaca. Sehingga setiap individu mampu memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara.
Tulisan ini bahasanya memang terlalu normatif. Tapi memang demikian faktanya bahwa pendidikan adalah pintu gerbang mengentaskan segala permasalahan bangsa. Salah satu bentuk pendidikan sepanjang masa adalah melalui kegiatan membaca buku.
Untuk itu mengakhiri tulisan ini, agar tidak berujung kepada kritik tanpa solusi, setidaknya ada beberapa saran yang sekiranya bisa dilakukan :

1.       Memulai budaya membaca sedari dini di setiap rumah tangga.
Setiap orang tua harus memberikan keteladanan budaya rajin membaca di dalam rumah. Sehingga kecintaan terhadap buku akan semakin tumbuh. Biarpun harga buku murah, kalau tidak ada niat dan kegemaran membaca sedari dini itu sama juga dengan

2.   Mewajibkan setiap siswa di semua jenjang sekolah untuk membaca 1 buku untuk 1 minggu.
Memang membaca itu merupakan aktivitas yang memerlukan kerelaan dan keikhlasan agar dapat memamahi isi buku. Namun bagi bangsa kita yang sudah akut rendahnya budaya baca, cara “paksaan” mungkin bisa jadi pilihan yaitu dengan mewajibkan setiap siswa untuk membaca 1 buku selama satu minggu.

3.       Perbaikan sistem perbukuan nasional.
Harga buku yang mahal dan distribusi yang kurang merata merupakan faktor yang tak dapat diabaikan. Untuk menuju masyarakat yang gemar membaca, selain dua poin diatas tentu juga harus ada dukungan dari pemerintah mengenai perbaikan sistem perbukuan. Hal itu dilakukan dengan subsidi terhadap penerbitan buku sehingga mampu menekan harga jual buku di masyarakat tanpa mengurangi pendapatan dan kesejahteraan penulis.

Menurut hemat penulis, cara utama untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini adalah melalui pendidikan salah satunya adalah dengan menumbuhkan gemar membaca ke seluruh masyarakat Indonesia. sehingga kemudian akan tumbuh sikap dan mental pembaharu dari segenap elemen bangsa. Maka dari itu mari membaca.


Minggu, 12 November 2017

Penulis Juga Pahlawan





10 Nopember adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setiap tahunnya tanggal ini diperingati sebagai hari pahlawan. Dijadikannya tanggal 10 Nopember sebagai hari pahlawan adalah untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur pada pertempuran 10 Nopember di Surabaya. Semua demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dan kini masa pun telah berganti. Telah 72 tahun bangsa kita merdeka. Peperangan di negeri ini pun telah lama usai. Tidak ada lagi tentara yang gugur demi mempertahankan kemerdekaan. Dapat dikatakan negara kita sekarang dalam keadaan damai dari segi militer.

Namun melihat keadaan demikian, bukan berarti saat ini tidak ada lagi sosok pahlawan di negeri ini. Banyak pahlawan-pahlawan yang memberikan banyak jasanya bagi bangsa dan negara. Seperti pahlawan pendidikan (guru), pahlawan kesehatan(dokter) dan pahlawan lainnya. Pahlawan-pahlawan itu bergerak dan berjasa menurut bidangnya masing-masing.

Namun ada salah satu pahlawan yang menurutku kontribusinya jauh lebih besar dibandingkan yang diatas. Bahkan efek jasanya pun jauh lebih luas. Serta cakupan wak-tunya tidak terhingga. Ia adalah pahlawan yang menegakkan keadilan, menyampaikan kebenaran dan menyebarkan informasi melalui tulisan.

Guru, dokter, pengusaha, sutradara, pilot, dan lainya bisa menjadi seperti  itu karena efek sebuah tulisan. Yah setidaknya  mereka bisa menjadi “orang” salah satunya adalah karena banyak membaca. Memasukkan ilmu pengetahuan dari buku-buku dan artikel yang mereka baca. Sedangkan buku-buku dan artikel itu adalah ilmu yang dikumpul dan dituliskan oleh para penulis.

Tidak hanya itu saja. Sebuah tulisan yang inspiratif misalnya dapat memberikan efek yang luar biasa bagi yang membacanya. Tulisan yang mencerahkan itu bukan tidak mungkin dapat memotivasi pembacanya untuk berubah jadi lebih baik, menggerakkan diri untuk segera bertindak positif, dan merubah pola pikir. Jika tulisan yang bermuatan baik ini dibaca dan disebarkan oleh banyak orang bukan tidak mungkin bangsa ini perlahan akan berubah menjadi lebih baik. Melalui tulisan para penulis dapat menularkan virus yang positif kepada para pembaca. 

Betapa banyak sudah buku dan tulisan inspiratif yang kubaca. Semua itu memberikan sumbangan yang berarti bagi perubahan sikap dan pola pikirku. Memberikanku pencerahan, memberikanku wawasan dan pengetahuan serta memberikanku semangat untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik. 

Sebuah tulisan rentang waktunya juga tidak terkira. Misalnya hari ini kita menulis tentang pahlawan, 10 tahun kemudian tulisan itu pun akan tetap ada. Bahkan saat kita sudah tidak ada di dunia ini pun tulisan kita akan tetap abadi. Luar biasa sekali kalau tulisan kita yang bermanfaat itu masih dibaca orang saat kita sudah tiada. Contohnya saja buku-buku karya Soekarno, Hatta, dan penulis-penulis lain yang sudah almarhum. Sampai saat ini buku-buku karya mereka masih tetap menginspirasi dan menebar manfaat bagi banyak orang kendati orangnya sudah tidak ada di dunia ini. 

Sungguh luar biasa efek sebuah tulisan yang inspiratif dan bermanfaat. Dan sungguh luar biasa pula efek tulisan yang isinya menyesatkan. Untuk itu tinggal kebijaksanaan pembaca saja memilah informasi mana yang layak di serap dan mana yang tidak. Tapi bagaimana pun juga sebagai penulis yang baik, hendaknya jangan sampai membuat tulisan yang menyesatkan.

Dari kontribusinya yang besar itu, tidak salah kalau para penulis juga berhak mendapatkan predikat sebagai pahlawan. Tugas dan peran mereka sangat mulia. Mereka adalah pahlawan yang berjuang melalui tulisan, berjuang melakukan perubahan dan pencerahan melalui goresan-goresan huruf yang bermakna. Dan karyanya pun akan tetap abadi dan mencerahkan sepanjang masa. Teruslah berjuang dan berkarya para pahlawan.

Selamat hari pahlawan.

Rabu, 18 Oktober 2017

Data Statistik Untuk Pembangunan Kalimantan Tengah






Hidup ini tak asik tanpa data statistik. Namun, bagi orang awam jika sudah mendengar tentang data statistik, mungkin ada yang menganggapnya biasa saja atau ada yang berpikir, “ah itu bukan urusan saya”. Memang, data statistik bagi kebanyakan masyarakat awam masih dipandang sebelah mata. Ia hanya dianggap sebagai informasi-informasi berupa angka yang tidak tahu selanjutnya mau dibawa kemana dan dipakai untuk apa.

Data statistik merupakan domainnya Badan Pusat Statistik (BPS). Karena di Indonesia sebagian besar publikasi resmi data-data tersebut melalui BPS. Sumbernya dihimpun dari hasil sensus Badan Pusat Statistik serta oleh berbagai lembaga, instansi dan pihak lainnya. Data-data tersebut umumnya meliputi semua sektor yang menyangkut kepentingan orang banyak misalnya jumlah penduduk, kondisi geografis, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Kemudian secara berkala angka-angka tersebut nantinya akan terus diperbarui sesuai dengan keadaan terkini.

Bagi pemerintah khususnya pemerintah di Kalimantan Tengah data statistik tentu sudah sangat jelas fungsi dan manfaatnya. Data-data yang berupa angka tersebut memiliki peran ganda bagi pemerintahan. Pertama ia bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk menyampaikan capaian-capaian kinerja pemerintahannya selama suatu periode. Kedua ia juga bisa menjadi patokan atau indikator untuk merumuskan dan menentukan arah kebijakan pemerintah kedepannya. Sehingga amat sangat besar peran data statistik bagi pemerintahan di jenjang manapun.

Lalu bagi masyarakat Kalteng sendiri seberapa pentingkah data statistik itu. Jawabannya adalah tergantung apa kepentingan yang ingin didapatkan dari data tersebut. Bagi kalangan pengusaha informasi tentang jumlah penduduk, pendidikan, pekerjaan, perdagangan dan lainnya akan sangat membantu dalam menentukan strategi bisnis. Dalam katalog yang di publikasi BPS banyak memuat informasi yang berhubungan dengan dunia usaha. Sehingga hal tersebut akan memudahkan para pengusaha dan investor untuk membantu mengembangkan usaha di bumi Tambun Bungai. Misalnya tingkat hunian hotel di Kota Palangka Raya yang kian tahun kian menunjukkan tren yang positif, bukan tidak mungkin indikator ini akan dijadikan oleh para pengusaha hotel untuk banyak mendirikan hotel di Kota Palangka Raya. Begitupun tingkat pendapatan dan konsumsi masyarakat Kalimantan Tengah yang semakin meningkat dapat dijadikan acuan bagi kalangan pengusaha untuk banyak mendirikan pusat hiburan dan pusat perbelanjaan. Sehingga pada akhirnya akan berimbas kepada pembangunan dan perkembangan yang masif terjadi di Kalimantan Tengah.

Bagi kalangan masyarakat awam mungkin banyak yang berpikiran data statistik tak berhubungan langsung dengan kehidupannya. Bahkan mendengar kata statistik saja agak malas rasanya untuk dipikirkan. Namun sesungguhnya entah disadari atau tidak, hampir setiap orang pasti pernah membaca dan memusatkan perhatian terhadap informasi statistika, kendati itu hanya sekedar untuk pengetahuan pribadi semata.

Contoh kasus saat pilkada, ketika hasil quick count di tayangkan, ternyata calon A perolehan suaranya unggul sekian persen dibanding calon B. Beberapa orang yang menyaksikan itu sambil nongkrong di warung kopi pun mulai berdiskusi membahas hasil tersebut. Begitulah tanpa disadari orang-orang sudah bertindak tanpa sadar karena data statistik yaitu hasil quick count tadi untuk berdiskusi.

Begitu juga dalam pembelian suatu produk, masyarakat sering kali lebih percaya dengan produk yang  menyertakan hasil riset statistik dalam iklannya dibandingkan yang tidak. Kemudian ada pula supporter sepak bola yang senang dan bangga dengan kehebatan tim kesayangannya kendati ia hanya melihat rincian statistik pertandingannya saja tanpa menonton langsung.

Sebenarnya seperti itulah data statistik, tanpa kita sadari sebenarnya sangat akrab dalam kehidupan kita. Bahkan turut menjadi salah satu indikator bagi diri kita untuk mengambil keputusan. Kita tak perlu repot-repot memikirkan bagaimana cara mereka mendapatkan data statistik itu. Kita hanya perlu menyerap informasi yang sekiranya kita butuhkan sesuai dengan kapasitas kemampuan kita, agar dapat memunculkan tindakan nyata untuk membuat perubahan bagi perkembangan dan pembangunan di Kalimantan Tengah.


Rabu, 27 September 2017

Impian Transportasi Kereta Api di Kalimantan

Logo PT. Kereta Api Indonesia (KAI)


Pulau Kalimantan adalah pulau yang terluas kedua di Indonesia dan terluas ketiga di Dunia.  Selain itu dengan luas hutan yang masih sangat luas, tak heran jika kalimantan sering disebut sebagai paru-parunya dunia.

Pulau kalimantan yang berada di wilayah administrasi negara Indonesia memiliki luas sekitar 544.150 Km2. Terbagi menjadi 5 provinsi diantaranya Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara.

Dengan wilayah yang demikian luas itu, jangan kira jarak antara satu provinsi ke provinsi lainnya di pulau kalimantan ini cukup dekat. Jarak antar provinsi yang paling berdekatan saja di Kalimantan jaraknya sekitar 180 Km, yaitu antara Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Selatan. Jarak ini kira-kira setar dengan jarak antara Semarang-Yogyakarta. Jika disebutkan lagi jarak antar provinsi lainnya di Kalimantan tentu akan kita dapatkan angka yang lumayan besar. Misalnya jarak antara Palangka Raya dan Pontianak sekitar 1022 Km, lalu jarak antara Palangka Raya ke Samarinda sekitar 776 Km, kemudian lebih jauh lagi jarak antara Palangka Raya ke Tanjung Selor adalah sekitar 1033 Km.

Saat ini transportasi utama yang dapat digunakan di Kalimantan adalah jalur darat. Namun jalur trasportasi darat yang terhubung melalui jalan trans kalimantan kurang begitu populer dan terdapat beberapa kendala. Karena disebabkan beberapa faktor diantaranya:

1)  Jarak tempuh yang bisa memakan waktu seharian; sebagai gambaran jika dari Palangka Raya menuju ke Samarinda dengan jarak sekitar sekitar 776 Km maka akan memakan waktu sekitar 17 jam perjalanan. Jika naik bus angkutan umum kemungkinan akan lebih lama lagi.
2)  Kondisi infrastruktur jalan raya trans kalimantan yang masih belum memadai; jalan trans kalimantan yang menghubungkan seluruh provinsi di Kalimantan saat ini saja masih belum tersambung sepenuhnya ditambah lagi dengan kerusakan jalan di beberapa titik.

Dengan jarak yang lumayan jauh dan masalah infrastruktur jalan trans kalimantan itu, akhirnya masyarakat di kalimantan merasa “asing” dengan tetangganya di provinsi lain yang berada dalam satu pulau. Karena jauhnya jarak yang memisahkan, sesama orang kalimantan akhirnya tak ada yang saling mengunjungi kota dan tempat wisata tetangganya di kalimantan. Padahal idealnya sebagai sesama penduduk kalimantan, kurang afdol jika belum menjelajah habis kota lain yang ada di pulau Borneo ini.

Hanya Kota Palangka Raya  dan Kota  Banjarmasin saja warganya yang sering berinteraksi. Itupun karena jarak yang cukup dekat. Karena jaraknya yang relatif dekat itulah, akhirnya  lalu lintas trans kalimantan poros selatan ini menjadi jalur yang paling ramai dilalui di pulau Kalimantan. Dampak dari mudah dan dekatnya transportasi Palangka Raya dan Banjarmasin yaitu lancarnya arus distribusi barang di kedua kota ini.

Sebagai alternatif, saat ini memang sudah mulai dirintis penerbangan yang menghubungankan beberapa ibukota provinsi di Kalimantan. Tapi tentu saja lazimnya semua penerbangan, biayanya dirasa masih relatif berat bagi sebagian besar masyarakat di kalimantan. Bahkan harga tiketnya saja kurang lebih sama seperti penerbangan ke luar Kalimantan. Tak salah Dengan harga tiket demikian, maka sudah barang tentu masyarakat lebih memilih terbang ke luar pulau dengan destinasi wisata yang sudah lebih populer dibandingkan terbang di sekitar pulau sendiri.

Rencana dari pemerintah pusat untuk membangun transportasi kereta api di pulau Kalimantan sekitar 1 dekade yang lalu seakan menjadi angin segar bagi dunia transportasi di borneo. Moda trasnportasi kereta api merupakan dambaan setiap masarakat di Kalimantan yang sejak saat itu entah kapan akan dapat terwujud.

 Rencana itu pun di era presiden Joko Widodo coba dipercepat dengan mematok target tahun 2019 jalur Palangka Raya-Banjarmasin sudah dapat terhubung dengan rel kereta api. Entah di tahun berapa kah realisasinya nanti seluruh kota dan provinsi di Kalimantan dapat saling terkoneksi dengan jalur rel kereta api tersebut.

Hampir sebagian besar negara maju sekarang ini sudah mengandalkan moda transportasi berbasis rel ini. Dapat dikatakan untuk jalur darat, transportasi kereta api merupakan pilihan utama di wilayah yang jarak antar kotanya cukup jauh. Namun di Indonesia sendiri moda transportasi ini masih terbatas  di pulau jawa dan di pulau Sumatera saja. Mengingat luas Indonesia yang sangat besar, transportasi kereta api sangat diperlukan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Khususnya masyarakat Kalimantan.

Awalnya ide pembangunan koneksi  kereta api di seluruh wilayah Kalimantan ditujukan untuk mengangkut hasil tambang dan komoditas industri lainnya ke pelabuhan. Tapi seiring urgensinya transportasi massal kereta api yang dapat mengangkut orang, akhirnya dibuat juga rencana untuk pembuatan jalur kereta api yang akan mengangkut penumpang di seluruh provinsi di Kalimantan.

Bayangkan saja jika nanti jalur kereta api trans Kalimantan sudah seluruhnya terkoneksi. Betapa cepatnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di pulau Kalimantan. Distribusi barang akan lancar beredar antar kota dan provinsi, dan tentu saja dapat menekan biaya kebutuhan menjadi lebih murah.

Jalur distribusi yang tadinya melalui jalan raya akan beralih ke jalur kereta api yang lebih efektif dan efisien. Truk-truk bermuatan besar yang tadinya sering melintas di jalan raya Trans Kalimantan perlahan akan berkurang jumlahnya. Praktis akan membuat jalan trans Kalimantan relatif kuat dan tahan lama karena jarang dilintasi truk bermuatan besar. Sehingga alokasi anggaran untuk perbaikan jalan negara itu pun akan dapat dimanfaatkan ke sektor lain. Biarlah jalan raya trans Kalimantan itu nantinya akan digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif transportasi darat lintas Borneo.

Dari segi pariwisata juga akan dapat memberikan keuntungan bagi semua kota di Kalimantan. Transportasi yang murah, mudah dan cepat akan memungkinkan setiap masyarakat saling berkunjung ke provinsi tetangganya di Kalimantan. Sehingga tadinya masyarakat Palangka Raya yang belum pernah ke Samarinda bukan tidak mungkin setelah adanya kereta api akan sering bolak balik ke kota tersebut dan begitupun sebaliknya. Hal ini tentunya akan menambah pemasukan daerah di bidang pariwisata bagi provinsi tersebut. Sehingga akan terwujud solidaritas dan konektivitas masyarakat kalimantan yang tanpa sekat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di Kalimantan saat ini masih belum ada satupun berdiri stasiun utama kereta api. Maka sudah seyogyanya pembangunan stasiun perdana itu nanti akan dibuat lebih modern dan megah sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga stasiun utama tersebut nantinya akan dapat memberikan kenyaman dan mengakomodir semua kebutuhan penumpang. Ruang tunggu yang nyaman, ada tempat untuk charger listrik, tempat makan, toilet dan fasilitas mantap lainnya. Tidaklah berlebihan jika diharapkan nantinya kenyamanan fasilitas dan pengelolaannya berkelas tinggi.

Apabila kelak Ibukota Pemerintah Republik Indonesia jadi pindah ke pulau Kalimantan, maka demi menunjang mobilisasi penumpang antar kalimantan dan negara tetangga, mungkin sudah saatnya ada peningkatan moda kereta api menjadi kereta api super cepat. Seperti kereta api Shinkansen di Jepang yang kecepatannya bisa tembus 300 Km/jam lebih.


Tapi itu nanti dulu, saat ini mimpi yang sangat dekat dan realistis dengan masyarakat Borneo adalah dapat terwujudnya sistem transportasi Kereta Api Trans Kalimantan di bumi khatulistiwa. Harapan itulah yang kiranya segera dan urgen sekali terwujud di pulau Kalimantan. Semoga dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah pusat, berbuah manis kepada proyek pengembangan kereta api di Kalimantan.

Rabu, 22 Maret 2017

Rajinlah Menolong Sesama





Hidup ini penuh dengan analogi analogi sederhana bagi siapa saja yang mau merenunginya. Banyak hal dan permisalan dalam renungan itu yang dapat dijadikan sebuah premis. Salah satunya adalah perihal tolong menolong antar sesama umat manusia.

Tentunya manusia kan punya berbagai macam karakter. Nah begitu pula dalam urusan tolong menolong, tidak semua orang yang hidup di dunia ini mempunyai karakter yang gemar menolong. Mungkin ada saja beberapa orang yang ketika dimintai tolong, enggan untuk menolong. Meskipun posisinya saat itu sedang dalam keadaan yang mampu untuk menolong.

Nah, setiap orang pasti pernah berdoa dan meminta tolong kepada Allah Tuhan yang Maha kuasa. Ketika kesulitan hidup melanda, ketika ketidakberdayaan menjerat jiwa raga, manusia cenderung mencari tuhannya dan berdoa memohon diringankan atas segala perkara. Lalu Allah pun menolong dan melapangkan urusan hamba-hamba sesuai kehendakNya. Akhirnya kita sebagai hamba ini merasa senang, bahagia, lapang dan hidup merasa damai ketika diberi pertolongan.

Tapi kemudian ketika ada orang yang meminta pertolongan kepada kita. Dengan pedenya enggan sama sekali untuk menolong. Kita memang bukan tuhan, tapi setidaknya tunjukanlah rasa syukur kita kepada Allah itu dengan menolong juga sesama umat manusia. Buatlah Allah senang, karena kita sudah bersyukur diberi pertolongan dengan membantu sesama manusia keluar dari kesulitan. Jadilah agen atau perantara Allah Swt. dalam menolong sesama. 

Wah alangkah sombongnya ya jika kita tidak pernah mau menolong sesama. Allah saja tanpa pilih kasih menolong hambaNya, tak peduli orang itu sering bermaksiat kepadaNya. Lha kita manusia fana ini kok sok-sok an tidak mau menolong sesama.

Mikirnya gini aja sih, bagaimana mungkin Allah akan senang menolong kita kalau kita saja enggan untuk menolong sesama. Mohon maaf nih, jangan heran jika banyak kita jumpai ada orang-orang yang merasa hidupnya selalu sulit kendati sering berdoa. Ya mungkin karena karena pelit menolong sesama, padahal menolong orang lain itu kan juga salah satu bentuk dari sedekah. 

Bukan bermaksud sombong, seringkali landasan niatku dalam membantu orang lain adalah karena Allah. Allah seringkali menolong dan mengeluarkan aku dari berbagai macam kesulitan setiap kali aku memohon. Jadinya ketika ada orang meminta pertolongan, aku jadi teringat bagaimana aku berada di posisi yang sulit. Oleh karena itu sebagai wujud syukurku atas pertolongan Allah itu, aku berupaya untuk menolong dan peduli terhadap sesama.

 Makanya itu ketika ada orang minta pertolongan, jika bisa kubantu ya pasti akan kubantu. Jika tidak punya daya apa boleh buat aku hanya bisa memanjatkan doa. Percayalah hidup akan tenang dan lapang jika kita sering menolong sesama. Dan pastinya setiap kita ada kesulitan, Allah pasti akan datang menolong kita malah hidup akan semakin mudah. Akan selalu datang rejeki dan kehidupan yang tidak terduga akibat menolong orang lain. Itu pasti, It’s real story.

Maka dari itu rajin-rajinlah terlibat dalam tolong menolong. Karena itu sama saja dengan menolong diri kita sendiri. Tentu saja dalam konteks ini adalah tolong menolong dalam kebaikan.

Kamis, 22 Desember 2016

Bertanggung Jawab Terhadap Gelar




Zaman dulu orang yang bergelar sarjana jumlahnya sedikit. Hanya beberapa orang saja yang mampu kuliah dan menyelesaikan sekolah tinggi. Itulah sebabnya kenapa orang-orang zaman dulu jika sudah lulus sarjana dan meraih gelar pasti sangat membanggakan sekali. Tidak hanya membanggakan keluarga, tetapi juga membanggakan orang-orang sekitar dan orang-orang yang mengenalnya. 

Entah apa alasan dibalik itu semua karena aku tidak hidup di masa itu. Tetapi yang jelas, meraih sarjana kala itu katanya rada-rada sulit. Sulit dari segi biaya dan juga dari segi prosesnya. Makanya jumlah sarjana dulu hanya sedikit. Tetapi meski kuantitasnya sedikit, kualitas sarjana dulu  jangan ditanya. Selepas wisuda, mereka menajadi orang yang siap kerja dan siap pakai. 

Sekarang setelah setengah abad lebih merdeka, tingkat partisipasi perguruan tinggi di Indonesia semakin baik dan meningkat. Itu artinya semakin banyak jumlah mahasiswa yang kuliah dan semakin meningkat pula jumlah sarjana kita yang dicetak oleh Perguruan tinggi. Tentu saja itu adalah pertanda baik bagi pendidikan kita.

Hanya saja akan selalu muncul pertanyaan. Apakah peningkatan kuantitas ini dibarengi juga dengan peningkatan kualitas. Tampaknya sekarang orang-orang sudah cenderung menganggap sarjana adalah hal yang biasa saja. Tidak lagi seheboh dan sebangga dulu jika ada orang yang telah berhasil wisuda. Memang tetap ada kebanggan dihati segenap keluarga jika ada yang wisuda, hanya saja euforianya tidak sedahsyat dulu. Terutama bagi mereka yang berada di perkotaan.

Hal ini menjadi wajar, ketika kita lihat setelah para mahasiswa resmi menjadi Sarjana. Banyak yang luntang lantung karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Lihat saja di data statistik berapa banyak jumlah pengangguran terdidik negeri ini. Jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Akhirnya menjadi sarjana saat ini bukan lagi menjadi sebuah kebanggaan yang teramat spesial. Apalagi jika ijazah dan gelar tak pernah terpakai di dunia kerja.

Entah apa yang salah, hanya saja tentu proses belajar mahasiswa selama di perguruan tinggi juga menjadi salah satu faktor. Patut disyukuri jika tingkat kemampuan masyarakat untuk masuk perguruan tinggi sekarang ini semakin meningkat. Hanya saja apakah peningkatan itu sebanding dengan kualitas sarjana. 

Tingkat motivasi setiap orang tentu saja berbeda-beda. Ada yang menjalani kuliah dengan bersungguh-sungguh,  ada yang biasa saja,  dan ada pula yang ala kadarnya. Orang-orang dengan tingkat motivasi yang berbeda ini maka akan menghasilkan idealisme, mental dan kapasitas yang berbeda pula.

Makanya jangan heran jika ada saja mahasiswa yang lebih cenderung menghargai hasil ketimbang proses. Apapun dilakukan asal nilai bagus, meskipun harus mengeluarkan biaya berlebih. Proses belajar dan menikmati pencarian ilmu tidak begitu dipedulikan. Tak jadi soal tidak memahami bidang ilmu yang digeluti, yang penting lulus.

Sering dulu kutemui waktu kuliah ada yang ketika disuruh mengemukakan pendapat malah diam tak bersuara. Dipaksa seperti apapun tetap diam juga. Kalaupun terpaksa jawabnya pun seadanya. Ada pula mahasiswa akhir yang sampai tidak mengerti sama sekali tentang bidang ilmu yang tengah ia geluti bahkan sampai ia lulus. Menyandang predikat mahasiswa tentu beban mental dan sosialnya berbeda dengan siswa sekolah. Sebutannya juga “Maha”, tentu harus ada tanggung jawab disitu.

. Tak cuma itu, proses penggarapan skripsi misalnya. Sudah jangan ditanya lagi, ini adalah hal yang paling bikin greget selama kita kuliah. Skripsi dicorat-coret, revisi sana sini, cari bahan ini itu, nugguin dosen, pokoknya sudah jadi makanan wajib mahasiswa tingkat akhir. Proses yang banyak menguras tenaga dan pikiran ini sayangnya ingin dilewati dengan jalan pintas oleh beberapa mahasiswa yang tidak mau ambil pusing.

Akhirnya karena tidak mau repot dengan urusan skripsi, uang pun jadi senjata andalan. Entah dengan menyogok dosen, memakai jasa pembuatan skripsi dan apapun itu asalkan ia tidak perlu pusing membuat skripsi. Maunya terima beres, terima bersih, yang dia tau hanya urusan wisuda. Parahnya hal ini  juga didukung oleh orang tua beberapa mahasiswa macam ini. Bahkan terkadang orang tua juga yang menawarkan anaknya untuk menjadikan uang sebagai alat negosiasi.

Apa yang bisa dibanggakan jika menyelesaikan kuliah dengan cara seperti ini. Sama saja artinya tidak menghargai ilmu, dan sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap gelar yang didapat. Ada pepatah bilang hasil tidak pernah mengkhianati proses. Jadi jika proses yang dilalui instan dan ala kadarnya tentu hasil yang didapat ya juga karbitan. 

Alhasil akan kita dapatkan seorang profesor, doktor, magister, dan sarjana yang gelarnya hanya sekedar tempelan. Ketika ditanya pendapat tentang hal yang ia pernah geluti, atau ditanya tentang berita yang lagi up to date. Jawabannya tidak tahu.

Seorang yang menyandang gelar akademik tentu tingkat analitis dan pemahamannya relatif sedikit lebih baik daripada mereka yang tidak masuk perguruan tinggi. Meskipun banyak juga orang yang cerdas dan pintar kendati ia hanya lulusan SMA. Tapi seorang yang bergelar setidaknya dituntut mampu mengamati realitas yang ada dan menganalisis sesuai dengan bidang ilmunya serta memecahkan masalah. Karena ia sudah banyak membaca dan menganalisa.
Sejatinya mahasiswa itu adalah orang yang rajin membaca. Jadi adalah hal aneh jika seorang mahasiswa tapi tidak rajin membaca, jangan salah jika akhirnya ketidaktahuan akan merajalela. Membaca adalah makananya mahasiswa. Tentu ketika sudah menjadi sarjana dan masuk ke dunia kerja, membaca akan menjadi sebuah kebiasaan.

Entah siapa yang salah sistemnya kah atau mahasiswanya kah. Tapi menurut pendapat pribadiku, mau sebagus apapun tempat kuliahnya kalau mahasiswanya tidak memiliki motivasi dan semangat belajar yang tinggi ya sama saja. intinya sih mahasiwa itu asal rajin baca saja. Maka dengan itu ia akan menjelma menjadi orang yang idealis dan punya pandangan dan perspektif sendiri. 

Jangan anggap enteng gelar yang kita sandang. Gelar akademik yang ada di depan dan belakang nama kita punya arti yang besar. Gelar akademik menandakan bahwa kita sudah “ahli” di bidang ilmu yang kita pelajari. Tidak kah kita merasa terbebani, ketika dianggap sarjana, master ataupun doktor tapi kita merasa tidak tahu apa-apa. 

Maka setidaknya bagi semua penyandang gelar akademik harus memahami beban itu. Jadi mau tidak mau harus bertanggung jawab terhadap gelar itu. Bagi mahasiswa yang kelak akan wisuda jangan pernah abaikan proses kuliah. Nikmati semua proses di perguruan tinggi. Karena tidak ada sukses yang diraih secara instan. Klise memang, tapi faktanya memang demikian.