Sabtu, 30 Desember 2023

Cara Menumbuhkan Budaya Baca di Indonesia

 


Jika berbicara fakta dalam urusan literasi, Indonesia adalah negara yang disebutkan UNESCO pada tahun 2016 berada pada urutan kedua dari bawah dari 60 negara yang di Survey. Pada tahun 2023 ini pun peringkatnya masih kurang menggembirakan, masih berada di sepuluh besar dari bawah. Sebuah alarm tentunya bagi masa depan pendidikan di Indonesia.

Meskipun tingkat melek huruf rakyat Indonesia saat ini sudah hampir menyentuh 100%, (kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan saat negara ini di proklamasikan) Namun literasi tidak terbatas hanya pada kegiatan bisa membaca saja. Lebih jauh daripada itu literasi bisa diartikan sebagai aktivitas membaca suatu bacaan, memahami bacaan dan menginterpretasi suatu bacaan melalui media apapun baik lisan, tulisan, gambar dan video. Dalam konteks ini membaca tentu saja adalah membaca buku yang lebih utama.

Pendidikan adalah sebuah upaya untuk mencerdaskan bangsa. Salah satu komponen agar suatu bangsa cerah dan cerdas adalah dengan membaca buku. Namun sayang, tampaknya membaca buku belumlah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia kebanyakan. Kegiatan membaca buku bukan menjadi keseharian yang umum bagi sebagian masyarakat kita. Sehingga akan timbul sedikit gegar budaya jika terlihat dan terdengar ada orang membaca buku di tempat umum di negeri ini.

Padahal membaca buku adalah jendelanya ilmu pengetahuan. Banyak hal yang penting didapatkan dari membaca buku. Tak sekedar informasi dan pengetahuan yang didapat, membaca buku juga dapat mengembangkan pola pikir, imajinasi, kreativitas,  sampai yang lebih penting adalah merubah mindset dan perilaku individu.

Finlandia dan Jepang yang merupakan negara dengan peringkat literasi masyarakatnya yang tinggi memiliki perilaku umum yang relatif positif, modern dan berkembang. Meskipun tak ada penelitian langsung terkait hal tersebut. Namun hampir semua negara yang tingkat literasinya tinggi adalah negara yang maju dan modern. Sebagai contoh bagaimana perilaku tertib, antri dan cinta kebersihan sudah menjadi budaya bagi masyarakat Jepang. Tentu saja di negara ini aktivitas membaca buku sudah jadi pemandangan yang biasa ditempat umum.

Selama ini pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pendekatan dan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas hasil masyarakat terdidik. Porsi anggaran 20% dari APBN khusus diberikan kepada sektor pendidikan sebagai bukti perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan pendidikan. Tak cuma itu, upaya untuk menumbuhkan minat baca pun terus dilakukan dengan peningkatan fungsi perpustakaan dan pengadaan buku bacaan. Hanya saja sektor hulu strategi meningkatkan minat baca belum terlalu fokus dibenahi seperti masalah royalti penerbitan, subsidi untuk penerbitan dan percetakan sehingga menghasilkan buku yang murah.

Padahal membiasakan rajin membaca buku adalah salah satu faktor sukses untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Percuma saja rasanya kalau setiap siswa atau anak usia sekolah tapi belum menamatkan satupun buku bacaan. Kalaupun membaca, itu pun buku yang dibaca hanya sekedar bahan pembelajaran di sekolah yang dibaca dan dibuka setiap musim ujian atau pada saat ingin mengerjakan soal dan pertanyaan dari guru.

Membiasakan diri membaca buku merupakan urusan yang kompleks dan besar. Jika kita berharap tumbuh minat baca dari lingkungan, rasanya hampir sebagian besar lingkungan tidak mendukung terciptanya kondisi tersebut. Lingkungan keluarga Indonesia amat sedikit yang membudayakan membaca di dalam keluarganya. Begitupun hanya sedikit saja mungkin yang memiliki perpustakaan pribadi dirumahnya.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minta baca adalah dengan dipaksa. Ya untuk menjadikan membaca buku jadi sebuah budaya di negeri ini tentu harus dilakukan pemaksaan. Seperti layaknya Polisi Lalu Lintas yang menegakkan berbagai peraturan untuk membuat tertib para pengendara bermotor, dan memang efektif menciptakan ketertiban  di jalan raya. Artinya jika minat baca ingin berkembang di masyarakat Indonesia, harus ada regulasi khusus yang mengatur hal tersebut. Harus ada pemaksaan bagi masyarakat agar rajin membaca, yaitu kepada masyarakat sekolah.

Salah satu bentuk regulasi itu adalah dengan memasukkan wajib membaca buku ke dalam kurikukulum setiap jenjang pendidikan mulai SD hingga SMA. Selama ini membaca buku terkesan bukanlah bagian krusial bagi semua tingkatan pengajaran. Buku hanya sebagai bahan ajar untuk mendidik dan bahan untuk belajar. Bukan sebagai sarana mencari informasi ataupun relaksasi.

Terkait upaya itu untuk jenjang SD setiap satu atau dua pekan sekali para guru mewajibkan setiap siswa untuk membaca buku yang sesuai dengan minat dan tingkat usianya. Kemudian masing-masing siswa akan diminta untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara singkat isi buku yang telah dibaca sesuai pemahamannya. Begitu juga untuk jenjang SMP dan SMA dilakukan hal yang serupa. Sehingga dengan begini akan tercipta sebuah ekosistem sekolah dimana aktivitas membaca jadi sebuah budaya.

Sehingga ketika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, para siswa yang awalnya “terpaksa” membaca, diharapkan akan rajin membaca juga ketika berada di luar sekolah. Karena semua jenjang sekolah mulai SD hingga SMA sudah terbiasa membaca dan jadi suatu aktivitas wajib di sekolah, maka diharapkan tidak akan jadi sebuah hal yang baru dan mengherankan lagi jika membaca buku dimana saja. Hal seperti ini jika konisten dilaksanakan selama bertahun-tahun dari generasi ke generasi, tentu akan mampu menjadikan gemar membaca menjadi budaya masyarakat Indonesia.

Metode tersebut sudah terbukti efektif meningkatkan minat baca di Finlandia. Negara Finlandia mewajibkan para siswa sekolah dasar untuk membaca satu buku satu minggu. Jenjang SD saja wajib satu buku satu minggu, lalu bagaimana dengan jenjang SMP dan SMA tentu akan lebih banyak lagi bahan bacaannya.

Tapi tentu saja jika hal tersebut di implementasikan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu adanya dukungan dari berbagai sistem seperti perbaikan sistem perbukuan, harga buku yang terjangkau atau perpustakaan dengan koleksi yang lengkap dan mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu kualitas sumber daya manusia pendidiknya juga perlu dibenahi dengan berbagai macam formulasi. Karena akan kurang maksimal  menerapkan wajib membaca buku di sekolah jika gurunya sendiri tidak suka membaca buku.

Sehingga jika gemar membaca sejak dini sudah mendarah daging, sudah banyak buku dan bacaan yang tertanam dalam pikiran , maka bukan tidak mungkin seseorang itu akan jadi pribadi yang unggul. Bayangkan jika membaca buku sudah jadi budaya, berapa banyak siswa terdidik yang tercerahkan oleh pendidikan. Betapa banyak anak bangsa yang tercerdaskan kehidupannya setelah menempuh pendidikan yang bermutu. Setiap orang akan berkembang kapasitasnya sesuai dengan buku-buku yang ia baca.  Jadi apapun profesi yang digeluti oleh seseorang, jika rajin membaca buku maka akan menjadikannya orang yang lebih ahli dan berpengetahuan di bidang tersebut.

Mungkin saja jika bangsa kita ini tingkat literasi masyarakatnya tinggi, maka Indonesia akan menjadi negara yang maju, berkualitas dan unggul di segala bidang. Sehingga tak akan kita temui berbagai macam pelanggaran ketertiban di masyarakat, tingkat kriminalitas pun relatif rendah, minimnya kenakalan remaja dan penyakit masyarakat, tingkat korupsi yang rendah, aparatur negara yang jujur, dan penegakan hukum yang adil. Apalagi Indonesia adalah negara beragama yang tingkat religusitas para pemeluknya yang lumayan tinggi. sehingga kombinasi masyarakat literasi-religus ini akan menjadikan Indonesia negara maju yang berakhlak dan berbudaya yang berbeda dari bangsa lain. Semoga.