Sutradara : Rocky Soraya
Skenario : Rocky Soraya, Riheam Junianti
Pemain : Shandy
Aulia, Denny Sumargo, Sara Wijayanto
Genre : Horor
Durasi : 1 Jam 46 menit
Tahun
rilis : 2016
Dilihat
dari cover dan judulnya ini film cukup meyakinkan dengan gambar boneka dengan
pencahayaan yang gelap. Covernya terlihat seperti film yang berselera tinggi, ditambah dengan judulnya
yang tampak seperti film garapan hollywood. Mungkin filmnya mencekam, dan
mengerikan. Setidaknya covernya cukup menjadi pemancing persepsi awal orang
untuk menonton film garapan Hits Maker ini.
Awalnya
aku agak sedikit skeptis dengan film ini. Tapi untuk mencoba mencintia produk
dalam negeri ditambah persepsi akan cover yang ala hollywood itu, kucoba
menonton film ini. Apalagi film ini dibintangi oleh Shandy Aulia yang
sebelumnya juga pernah bermain di film horor Rumah Kentang. Film rumah kenang
cukup lumayan, tapi tidak dengan film ini.
Film
The Doll sendiri bercerita tentang pasangan muda Daniel dan Anya yang baru pindah
ke Bandung. Daniel (Denny Sumargo) bekerja di sebuah perusahaan dan menjadi
pengawas proyek. Dengan mengesampingkan mitos dan hal-hal yang diluar logika,
ia berani menebang pohon yang menurut orang sekitar keramat di sekitar proyek.
Ketika
ia pulang, tiba-tiba boneka yang tadinya tergantung di pohon yang ia tebang ada
dalam mobilnya. Tadinya mau dibuang tuh boneka, tapi karena Anya (Shandy Aulia)
istrinya adalah seorang pecinta dan
sekaligus pembuat boneka. Boneka dengan wajah angker itu pun disimpan istrinya.
Rupanya disinilah awal petaka dan teror terjadi. Sejak kehadiran boneka yang
belakangan diketahui bernama gawiah itu hadir dirumah mereka, teror pun mulai
berdatangan menghampiri keluarga kecil ini.
Dalam
film beberapa kali ditampilkan penampakan jalan Siliwangi di Bandung. Di dunia
nyata jalan ini memang dikatakan menyimpan cerita dan mitos tentang boneka yang
berkembang di masyarakat sekitar. Sehingga dasar film ini pun diambil dari
mitos di jalan Siliwangi tersebut.
Patut
di apresiasi dari film yang digarap oleh Rocky Soraya ini adalah kembalinya
film Indonesia yang “murni” horor. Tidak ada embel-embel paha, dada, dan umbar
pergaulan bebas yang kemudian mengaburkan esensi film itu sendiri. Tapi meski
demikian film ini menurutku masih terdapat banyak kekurangan di beberapa titik.
Hal
yang patut disayangkan adalah adegan pembukanya sangat mirip sekali dengan
adegan pembuka film The Conjuring. Dari situ aku mikir, “wah, jangan-jangan ini
film sampai akhir mirip lagi dengan film hits hollywood itu.” Tapi rupanya itu
hanya adegan pembuka saja. Aman.
Rupanya
rasa skeptisku akan film ini terbukti, dimulai dari dialog cinta-cintaan Anya
dan Daniel yang entah kenapa membuatku geli. Selain itu dialog-dialog dalam
film ini kok terasa kaku ya sehingga akting para tokohnya pun ikutan pada kaku.
Tak sampai disitu ada beberapa adegan di film ini yang menurutku juga absurd.
Sehingga membuatku mengerutkan kening dan kadang membuatku tertawa juga.
Terutama dalam urusan mendobrak pintu.
Jalan
ceritanya kurang kuat. Latar belakang Anya yang seorang pembuat boneka tidak
begitu ditampilkan. Di salah satu adegan ada bagian yang menampilkan mereka
hidup susah dan pas-pasan, tapi dari segi make up, busana dan latar belakang
rumah tidak menunjukkan hal itu. Ia sih adegannya lagi naik metro mini, tapi
pakaiannya tampak kaya artis lagi blusukan.
Endingnya
juga tidak begitu wah, maksud hati ingin membuat twist ending. Tapi aku malah
berasa aneh aja gitu ya endingnya. Ada sebab akibat yang janggal yang terjadi
di endingnya ini. Cara pengusirannya rohnya pun terlihat biasa saja, tidak
sehebat yang dikatakan oleh Bu Laras (Sara Wijayanto) sang paranormal dimana
sampai membuat suaminya meninggal. Endingnya banyak mengumbar darah dan luka
yang cukup terang. Film yang tadinya tema horor biasa, malah jadi gore horor. Secara keseluruhan film ini aku rasa masih
kurang matang, dan terkesan apa adanya.
Sebenarnya
masih banyak lagi hal yang janggal habis menonton film ini. Tapi berhubung
tidak tega nulisnya, hehe. Meskipun banyak kekurangan di sana sini. Tapi film
ini setidaknya memiliki beberapa nilai plus. Pertama adalah scoring dan sound
effect yang cukup lumayan. Cukup meyakinkan dan dapat membangun suasana horor
yang mantap di sepanjang film ini. Setting dan pencahayaan pun dibuat
remang-remang dan sekali lagi kukatakan cukup meyakinkan. Dan tentu saja tidak
ada lagi unsur erotisme dalam film ini. Setidaknya sudah ada sedikit perubahan
untuk film horor Indonesia.
---My rate : 5/10---