Senin, 16 Oktober 2017

Review Film : Pengabdi Setan (2017)


 

Sutradara           :  Joko Anwar                                      
Skenario            :  Joko Anwar, Sisworo Gautama Putra
Pemain              :  Bront Palarae, Tara Basro, Endy Arfian, Nasar Annuz, M. Adhiyat
Genre                :  Horor
Durasi               :  1 Jam 47 Menit
Tahun rilis        :  2017
Rating               :  8


Nama  Joko Anwar lah yang membuatku tertarik menonton film ini. ia adalah seorang sutradara film yang dikenal spesialis thriller dan horor dengan ending yang tak biasa. Beberapa karyanya sering meraih penghargaan di berbagai ajang festival film internasional. Kebetulan juga beberapa filmnya hampir semua sudah aku tonton sebelumnya, dan memang film hasil penyutradaraan dari Joko Anwar ini berbeda dan cukup berkelas.

Film pengabdi Setan adalah film yang di remake dari film yang berjudul sama yang dirilis oleh Rapi Film pada tahun 1980.  Sisworo Gautama Putra yang pada saat itu menjadi sutradara film ini menjadi salah satu penulis cerita dan skenario di remake Pengabdi Setan (2017). Dan terus terang saat tulisan ini kubuat, aku belum pernah menonton film yang versi lawasnya.

Pengabdi Setan berkisah tentang sebuah keluarga yang ditinggal mati oleh ibunya yang mantan seorang penyanyi. Kematian ibunya tersebut didahului dengan keadaan sakit keras yang sudah lama diderita. Karena sudah sampai ajalnya, sang ibu pun tutup usia meninggalkan seorang suami, dan empat orang anaknya.

Sehari setelah ibunya dimakamkan, ayahnya (Bront Palarae) harus pergi ke kota untuk  segera mengurus proses penjualan rumah yang sekarang mereka tempati. Meski dengan berat hati, keempat anaknya itu pun setuju jika ayahnya harus pergi ke kota selama beberapa hari. Keluarga ini hidup di sebuah rumah terpencil di pelosok kampung. Selama ayahnya pergi, sebagai anak sulung Rini lah (Tara Basro) yang menjadi penanggung jawab terhadap ketiga adiknya, Tony (Endy Arfian), Bondi (Nasar Annuz), dan Ian (M. Adhiyat).

Sehari setelah ayahnya pergi, teror demi teror arwah sang ibu pun mulai menghantui keempat kakak beradik ini. Hari demi hari mereka terus diganggu, bahkan nenek mereka pun ikut tewas akibat teror ini. Rini yang pada mulanya sama sekali tidak percaya dengan hal-hal yang berbau takhayul akhirnya mulai membuka diri dan mencari tau apa sebenarnya yang tengah menganggu mereka.

Alur cerita film ini sangat menarik. Jalan ceritanya juga jelas. Gaya bahasa para tokohnya pun memang menunjukkan skrip film ini tidak digarap secara sembarangan. Dialog dan skenarionya tidak kampungan dan tidak absurd, rasanya seperti mendengarkan dialog-dialog di film berkelas, Dialog-dialognya pun mampu menunjukkan karakter masing-masing tokoh. 

Untuk tata artistik di film ini juga tak kalah hebat. Setting tempat dan waktu memang sengaja disesuaikan dengan tahun 1980 an. Hal itu terlihat dari pakaian dan properti yang digunakan detail sudah dipersiapkan. Joko Anwar di beberapa scene terlihat sengaja memberikan fokus shoot kepada properti jadul seperti baskom jadul, mainan jadul, dan beberapa lainnya, yah itung-itung nostalgia. 

Rumahnya pun ditampilkan dengan rumah sederhana yang masih memakai sumur dengan properti seadanya. Tapi justru rumah inilah yang menjadi salah satu daya pancar kehororan di film ini. Bahkan bisa dibilang rumahnya cukup ikonik.

Melihat film ini aku jadi teringat akan suasana horor di film The Conjuring. Joko Anwar berhasi membuat suasana mencekam sebuah keluarga sama seperti suasana di film The Conjuring.  Suasana horor itu terlihat dari cara ia memberikan pewarnaan pada film ini dan setting tempat yang juga mendukung.

Horor mainstream ala jump scare yang banyak memberikan kejutan dengan sound yang nyaring tidak dilakukan oleh Joko Anwar. Karena ia tau pola macam itu sudah kurang menarik lagi jadi bahan film horor masa kini, apalagi jika dilakukan dengan intensitas yang banyak. Sebagai gantinya Joko Anwar lebih banyak bermain kepada instumen-instrumen lain yang dapat dijadikan sebagai unsur pembangun kesan horor.  Tapi kesan itu nantinya akan jadi suatu hal yang melekat di benak banyak orang. Beberapa instrumen yang dipakai diantaranya adalah bunyi lonceng, lagu si ibu waktu masih jadi artis dulu, yang nadanya saja sudah cukup bikin merinding, lalu kursi roda, rumah kayu yang berderit dan lainnya. Instrumen itupun membuat banyak penonton merasa ngeri.

Asyik bermain di titik itu tidak membuat Joko Anwar lupa dengan penggambaran sosok hantu sang ibu. Meski hantunya tak sering muncul, tapi sosoknya digambarkan secara ngeri dan mudah diingat. Hasilnya luar biasa, hantu dengan senyum seringai sang ibu dan memakai baju putih pun sukses membuat takut para penonton bioskop. Sama nasibnya seperti Valak di film The conjuring 3, hantu sang ibu pun cepat menjadi viral dan dijadikan bahan meme oleh netizen. Meskipun mencekam, sang sutradara tetap memasukkan beberapa unsur humor ke dalam film ini. Tapi dengan porsi yang sewajarnya.

 Akting para pemainnya yah sudah jangan diragukan lagi. Meskipun pemainnya bukanlah orang-orang yang sering wara wiri di layar bioskop. Tapi Joko Anwar mampu membuat artisnya mampu mengeksplore akting dengan baik. Hasilnya terlhat natural, apalagi akting M. Adhiyat yang memerankan si adik bungsu Ian yang bisu terlihat polos dan menggemaskan.

Bukan Joko Anwar namanya jika membuat film dengan alur cerita dan ending yang biasa saja. Setidaknya jalan cerita film ini tak bisa ditebak, dan endingnya pun menghadirkan tanya di benak penonton. Meskipun banyak yang kesal dengan endingnya yang menyiratkan sesuatu, tapi ya begitulah Joko Anwar.

Well overall film ini sangat recommended sekali untuk pecinta film horor. film ini menunjukkan bahwa film horor Indonesia sudah mulai menunjukkan peningkatan dari segi kualitas.

Beberapa bulan terakhir ini film horor Indonesia mulai mendapat tempat di hati penikmat Film Indonesia. Makin kesini horor vulgar mulai ditinggalkan, pola alur film dan tekniknya pun sudah mulai berkembang dan tidak monoton. Terakhir aku menonton film horor Indonesia Danur sudah menunjukkan perkembangan yang positif bagi perfilman tanah air.

Semoga film Indonesia semakin berkembang dan berjaya di negeri sendiri.


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar