Rabu, 25 Maret 2015

Dimana Ada Kebakaran, Disitu Pasti Ada Kerumunan

Ilustrasi


Beberapa hari yang lalu, di dekat tempat tinggal kami terjadi musibah kebakaran yang menghanguskan 4 buah barak pegawai sebuah instansi. Kebakaran tersebut diakibatkan oleh lalainya penghuni dalam meletakkan lilin saat pemadaman bergilir. Tanpa bermaksud untuk menganggap sepele, meskipun kerugian yang diderita korban tidak sedikit, tapi kebakaran ini masih tergolong dalam skala yang kecil. Hal ini setidaknya berdasarkan jumlah bangunan yang terbakar.

Namun meski demikian, musibah kebakaran ini malah banyak menarik perhatian para pengguna jalan waktu itu. Orang-orang yang kebetulan lewat di sekitar areal kebakaran, mereka  yang mau pergi jalan , mau pergi ke suatu tempat, rela menunda sejenak tujuannya demi melihat api membakar rumah-rumah itu. Hal itu terlihat dari penampilan mereka yang memang bukan orang sekitar situ, dengan pakaian yang rapi dan mengendarai sepeda motor lengkap dengan helmnya.

Sungguh aneh, sebenarnya apa niat mereka menonton rumah orang sedang terbakar. Tidaklah lucu, musibah kebakaran ini dijadikan sebagai tontonan. Iya jika yang menonton turut membantu dan melakukan sesuatu. Ini malah sebaliknya , sudah membuat jalanan padat, macet, mereka juga malah menghalangi petugas pemadam dan para korban dalam mengevakuasi barang-barangnya.

Hal ini mengingatkanku akan musibah kebakaran yang terjadi belasan tahun lalu ketika aku masih kecil. Saat itu salah satu pemukiman padat penduduk di kota Palangka Raya sedang terbakar hebat dari siang sampai malam hari.

Kebakaran itu juga malah jadi tontonan masyarakat. Iya jika menontonnya tidak mengganggu siapapun. Tapi yang terjadi kerumunan “penonton” ini malah mengganggu ruang gerak para korban dalam mengevakuasi barang-barangnya. Belum lagi kesulitan para petugas pemadam kebakaran menuju ke TKP akibat ramainya kendaraan yang parkir sembarangan hingga memenuhi jalan.

Tidak jauh dari areal kebakaran berjejer motor-motor diparkir. Para pengendara yang kebetulan lewat banyak berdatangan ke tempat itu. Sehingga jalanan pun menjadi sesak dan ruang gerak jadi terbatas. Mendadak kawasan tersebut jadi ramai, padahal daerah tempat kami itu merupakan wilayah yang dikenal sepi.

Pemandangan macam ini terjadi hampir di seluruh Indonesia. Kebakaran seakan menjadi hiburan dan tempat wisata tersendiri bagi beberapa masyarakat kita. Tidak mengerti apakah mereka ini tidak menyimpan keprihatinan dan empati akan musibah yang menimpa orang lain.

Tapi meskipun prihatin, keprihatinan itu rasanya kurang afdol tanpa menyaksikan kebakaran secara langsung sampai apinya padam. Sungguh ironis, musibah kebakaran kok dijadikan tontonan layaknya menyaksikan hiburan konser jalanan.

Apalagi ada beberapa orang yang dengan antusias berdiri di garis depan tepat dibatas barikade polisi. Semua ini dilakukan demi menyaksikan pemandangan langka ini. Padahal mereka hanyalah orang-orang yang lewat bukan warga disekitar situ. Bukan pula kerabat yang berkepentingan.

Kehadiran mereka ini malah membuat jalan jadi terhambat apalagi parkir motor yang membuat jalan jadi tambah padat. Padahal kebakaran ini bukanlah kebakaran yang sangat besar. Tapi massa yang berjubel hampir sama seperti di pasar.

Sungguh orang-orang yang sulit dimengerti, musibah kok malah jadi tontonan. Bukannya membantu, tapi malah membuat urusan semakin runyam, menciptakan kemacetan. Musibah kebakaran tak ubahnya seperti sebuah hiburan dan objek wisata bagi para pengendara yang lewat. Tidakkah mereka berpikir jika seandainya rumah mereka yang terbakar dan menjadi tontonan seperti itu juga.

Ya begitulah kita. Seakan hal ini sudah menjadi budaya. Dimana ada kebakaran, disitu pasti ada kerumunan.



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar